Ilmu Hadis

Pengertian

Hadis secara etimologi:

مَا أُضِيْفَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَوْلاً أوْ فِعْلاً أو تَقْرِيرًا أوْ صِفةً

Segala hal yg disandarkan kepada Nabi SAW , baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, ataupun sifat beliau.

Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua hal yang disandarkan pada Nabi SAW disebut sebagai hadis. Hal ini karena ada istilah :

حَدِيْثٌ مَرْفُوعٌ : Hadis yg disandarkan pd Nabi saw

حَدِيْثٌ مَوْقُوْفٌ : Hadis yg disandarkan pd Sahabat

حَدِيْثٌ مَقْطُوْعٌ : Hadis yg disandarkan pd Tâbi‘în

Sinonim Kata Hadits

1. السُّنَّةُ : secara bahasa : jalan, tuntunan, hukum, kebiasaan.

Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan al-Sunnah. Tetapi kalangan Ahli Hadis menyamakan arti al-sunnah dengan al-hadîts yakni segala hal yang bersumber dari Nabi SAW berapa perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik dan karakter, baik sebelum kerasulan ataupun stlhnya.

Perbedaan antara Hadis dengan Sunnah adalah:

– Hadis adalah riwayat tentang segala hal yang disandarkan pada Nabi SAW, sedangkan sunnah adalah segala hal yang benar – benar diajarkan oleh Nabi SAW . Dg kata lain, hadis adalah media/sarana untuk memberitakan sunnah Nabi SAW.

KEDUDUKAN & FUNGSI HADIS

Hadis memiliki kedudukan yang sangat penting karena ia sebagai sumber hukum kedua dalam ajaran Islam.
Dalil kehujjahan al-Hadis:

– قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (ال عمران: 32, وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ :132)

– يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ … فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ …(النساء: 59)

– وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلاغُ الْمُبِينُ (المائدة: 92)

– وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (الحشر: 7)

– مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا (النساء: 80)

FUNGSI HADIS

Fungsi utama Hadis adalah untuk menjelaskan kehendak Allah dlm al-Qur’an. Hal ini karena tidak semua hal dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur’an. Inilah sebabnya Allah SWT mengutus Rasul-Nya utk menjelaskan Al-Qur’an melalui hadis2nya (QS. 16: 44):

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Fungsi hadis dapat dirinci sebagai berikut:

1. Bayân al-ta’kîd/al-taqrîr: Untuk mempertegas apa yg telah dinyatakan dalam Al-Qur’an.
Contoh: Perintah berwudhu , shalat, puasa, dll.

2. Bayân al-tafsîr/al-tawdlîh: Untuk menjelaskan (merinci, membatasi, mengkhususkan) ayat yg bersifat global, apa adanya & umum.

a. Hadiss yang merinci ayat yang bersifat global, seperti : وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي (HR.Bukhari), merinci QS. 2: 43: وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

b. Hadis yg membatasi ayat yang apa adanya, seperti : batasan tangan pencuri yang boleh dipotong sebatas pergelangan tangan (مِن مِفْصَلِ الْكَفِّ) , membatasi ayat potong tangan pencuri dalam QS. 5: 38: وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا

c. Hadis yang mengkhususkan ayat yang bersifat umum, seperti : Pembunuh tidak mewarisi sedikitpun warisan orang yang dibunuhnya: لا يَرِثُ الْقَاتِلُ مِنْ الْمَقْتُولِ شَيْئًا (Drm & Ahm, dr Ibn ‘Abbâs), men-takhshish keumuman QS. 4: 11: يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ .

3. Bayân al-tasyrî‘: Membuat hukum baru yang tidak didapati dalam Al-Qur’an, seperti : Haramnya emas & sutra bagi laki – laki , haramnya menikahi wanita dengan bibinya sekaligus, zakat fitri, dll.

UNSUR HADIS terdiri dari 2 bagian:

1. Sanad/ سَنَدٌ, secara bahasa: المُعْتَمَد/sandaran, atau jalan yang menyampaikan pada matan. Sdgkan secara istilah : سِلْسِلَةُ الرُّوَاةِ الَّذِيْنَ نَقَلُوا الْمَتَنَ عَنْ مَصْدَرِهِ اْلأَوَّل

Silsilah para periwayat yg menukil matan dari sumbernya yg awal. Jadi, sanad adalah rangkain para periwayat hadis.

2. Matan/ مَتَنٌ, scr bahasa: dataran yang menonjol. Sedangkan secara istilah: أَلْفَاظُ الْحَدِيْثِ الَّتِى تَتَقَوَّمُ بِهَا مَعَانِيْهِ:

Lafal hadis yg mengandung makna. Matan: inti hadis, berita tentang hal-ihwal Nabi SAW

Contoh: HR. al-Bukhâri ttg Manisnya Iman:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُالْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلاَبَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّه عَنْهم عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Rangkaian perawi dari sejak al-Bukhâri hingga Anas disebut sanad. Al-Bukhâri adalah sanad awal/perawi akhir, sedangkan Anas adalah sanad akhir/perawi awal. Adapun lafal hadis ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ hingga فِي النَّارِ adalah matan.

Sanad & Matan hadis inilah yg menjadi obyek penelitian hadis. Jika sanadnya sahih, maka tinggal meneliti matannya (biasanya matannya pun sahih). Namun jika sanadnya dha‘îf/lemah, maka ulama pada umumnya tidak merasa perlu meneliti & menjelaskan maknanya, apalagi berhujjah dengannya, meskipun logis matannya.